Tentang Takdir…
Yogyakarta, Januari 2017…
Gue inget saat itu adalah hari dimana gue meninggalkan rumah
dianter orang tua ke Bandara Adisucipto. Ya, gue keterima kerja di Kalimantan
sesuai feeling gue, tepatnya Kalimantan Selatan. Ada perasaan bahagia akhirnya
ktrima kerja setelah jadi pengangguran bego selama setahun, tapi juga ada rasa
khawatir sampai kapan gue stay disana. Menepis semua keraguan gue, akhirnya
pesawat membawa gue ke Banjarmasin.
Banjarmasin, Februari 2017…
First impression gue saat tiba di Kalsel yaitu kosong. Ya,
lahannya masih banyak yang kosong..beda banget sama di Jawa walo ibukota juga.
Skip…
Gue ngajar disana,ngajar mahasiswa. Seperti yang pernah gue
tulis di postingan sebelumnya bahwa kebahagiaan gue itu disana cuma 2, Masjid
dan Mahasiswa. Kenapa Masjid? Karena itu adalah tempat ternyaman dan paling
menenangkan. Gue suka kalo jamaah di Kalsel karena kalo dzikir selalu bareng2,
tarawaihnya 23 rakaat, sering shalawatan. Beda banget sama Jogja yang gue jarang
ke Masjid karena Masjidnya ga sebanyak Kalsel dan jaraknya mayan jauh. Alasan
kedua karena mahasiswa. Mereka bikin gue hepi…
Ngajar mahasiswa tu sebenernya sering gregeten pake banget.
Rupanya mahasiswa jaman now itu produk generasi Z, milenial, dan identik dengan
bocah2 yang maunya seneng iya susah kagak. Mahasiswa2 yang gue ajar rata2 males
baca..ogah diskusi tapi kalo pas kuliah gue sodorin video ato games semangatnya
membara, macem mau naklukin penjajah. Tapi ya tetepan ada mahasiswa yang sregep
baca, gercep di kelas, dan suka nanya.
Terlepas dari itu semua,mau ketemu mahasiswa pinter ato gak
pinter, gue tetepan hepi. Gue seneng kalo gue bisa bantu mereka belajar, gue
seneng kalo mereka ndebat gue dengan argument yang bagus, gue seneng kalo
akhirnya mereka berkata “Oh..jadi gitu ya Bu, jadi paham saya”. Gue sendiri
ngerasa gue sangat gak maksimal jadi lecturer disana. Gue saking gemesnya sama
mahasiswa yang copy paste tugas jadi gue marahin sekelas. Parahnya gue
lampiasin itu ke medsos. BIG FAULT!
Gue tulis kekesalan gue di medsos dan gue belakangan
menyadari bahwa itu ga baik. Emang ga hanya gue yang gitu, dosen2 lain juga
lampiasin entah ke status WA ato medsos lain. Gue ngerasa gue bego banget
melampiaskan kekesalan gue ke medsos, childish abis. Harusnya gue bantu mereka
buat jadi mahasiswa yang baik malah guenya yg ga baik dengan nyebar kekurangan
mereka. Maka dari itu, gue akhirnya sadar bahwa gue harus jadi motivator bagi
bocah2 itu, jadi teman belajar, jadi partner yang menyemangati. Gue bertekad untuk
tidak lagi berbuat hal2 bodoh.
Semarang, Juli 2019…
Di kota ini,mungkin gue akan jadi warga selamanya. Ya,
Banjarmasin rupanya adalah tempat singgah sementara gue selama 2 tahun 3 bulan.
Gue akhirnya bisa balik ke Jawa setelah keterima kerja di Semarang, lebih dekat
rumah tentu saja. Sembari negrapiin berkas2 file di laptop, gue nemuin file2
saat gue ngajar disana. Foto, dokumen itu rupanya jadi kenangan bagi gue. Satu
persatu gue buka dan gue terharu juga ngakak. Gue buka foto, nemuin foto gue
sama mahasiswa..mereka bocah2ku yang polos yang ngeselin tapi bikin hepi. Gue
buka fie soal Ujian, seketika gue inget jawaban2 mereka yang aneh2, kadang gak
nyambung, dan pecahlah tawa gue. Gue buka foto2 gue sama rekan gue disana,
berujung pada gue yang baper apa bisa ya gue dapetin rekan kerja kayak mereka
di Semarang ini. Banjarmasin adalah kota yang tidak dirindukan tapi gue gak
akan pernah lupa…kelak akan kuceritakan pada anak cucu gue kalo Bunda mereka
pernah merantau di Borneo selama 2 tahun demi menggapai mimpi jadi dosen,
dengan posisi sebagai anak tunggal cewek lagi. Akan gue semangatin anak cucu
gue untuk meraih mimpi mereka sejauh mungkin, setinggi apapun.
Khusus untuk mahasiswa gue nun jauh di Kalsel sana…mungkin
mereka banyak yang belum tahu bahwa gue udah gak lagi kerja di tempat mereka.
Mungkin mereka bertanya2 kenapa Miss Fidha ga kelihatan lagi di ruangan seperti
biasanya. Mungkin mereka juga lupa sama gue. Tapi, gue gak akan lupa sama
mereka, bagian kecil dari masa lalu gue, kebahagiaan gue di Kalsel dulu. Miss
Fidha always prays for your successes, Nak.semoga kita ketemu lagi ya bocah,
semoga takdir mempertemukan kita dimanapun itu.
Tentang Takdir…
Ya begitulah perjalanan gue di dunia ini, belum selesai. Gue
masih punya impian2 besar. Macem gak percaya gitu pernah di Borneo selama 2 tahun..dan ajaibnya balik Jawa. Entah bagaimana ke depan benang takdir menuntun gue, yang
pasti gue percaya Allah adalah Maha Pembuat Rencana Terbaik bagi tiap
hamba-Nya. Saat gue berumur 4 tahun, gue ikut parade festival anak TK. Saat itu
gue pake baju adat dari Kalimantan. Siapa sangka 23 tahun kemudian gue beneran
merantau di Kalimantan. Karnaval tahun kedua gue pake baju toga yang ada warna
kuning dan topinya dengan tali juga berwarna kuning. Siapa sangka 21 tahun
kemudian gue lulus dari program Pascasarjana dengan mengenakan toga yang ada
warna kuningnya juga. Allah rupanya telah memberikan gue spoiler dikit tentang
masa depan gue.
Jaman dulu di RCTI ada iklan dimana seorang nenek2
mengacungkan jempolnya dengan latar belakang orang berjualan di atas perahu
kayu. Gue pengen banget kesana namun gue tahu kalau itu di luar Jawa dan
rasanya tidak mungkin kalau gue bisa keluar Jawa. Setelah berpuluh tahun
kemudian sampai di Kalsel, gue main ke Lok Baintan dimana saat itu juga gue
tahu kalo itu adalah pasar terapung yang gue lihat di TV dan gue idamkan dari
dulu untuk dikunjungin. Sedari kecil gue suka buka2 peta dan paling antusias
kalo lihat kota2 besar yang ada bandaranya. Gue pengen naik pesawat, maklum gue
bocah gunung saat itu yang “gumunan”. Allah kabulkan doa gue berpuluh tahun
kemudian gue bisa naik pesawat dari bandara yang sejak kecil gue impikan.
Gue jadi terharu, betapa baiknya Allah kabulkan doa gue. Ga
semua doa dikabulkan, ada yang tidak kesampaian tapi Allah ganti dengan
pemberian yang lebih baik. Gue pengen jadi dosen, Allah ridhai. Gue pengen dapet
beasiswa, Allah ijinkan.tentu saja dengan proses yang tidak mudah.
Dulu pas jaman awal2 Terminal 3 Soetta dibuka, gue pengen
kesana karena kata orang2 terminalnya bagus. Menjelang hengkang dari
Banjarmasin, Allah takdirkan gue bisa menjejakkan kaki di Terminal 3. Allah
kabulkan keinginan gue dengan cara yang tak pernah terpikirkan sama sekali
terlintas di benak gue. Mungkin bagi orang biasa, keinginan gue ini sepele
ya..paling2 Cuma naik pesawat, bisa ke bandara adalah hal yang teramat biasa
bagi orang lain. Tapi bagi gue tidak, yang jadi perhatian gue yakni bagaimana
hal2 sepele ini terkabul karena kuasa Allah. Gue berdoa, gue yakin Allah
mendengarkan, dan akhirnya doa gue terkabul. Doa gue tidak terkabulpun juga gue
terus berdoa. Gue berada pada satu kesimpulan dimana takdir untuk terus berdoa
pada Allah adalah yang utama. Alih2 merasa bahwa takdir yang dijalani itu
memberatkan, dengan berpikir bahwa kita harus tetap berdoa adalah takdir yang
patut disyukuri. Berdoa merupakan wujud dari ketidakberdayaan hamba sehingga
membutuhkan Allah sebagai tempat untuk bersandar. Segala bentuk kesuksesan dan
kegagalan adalah takdir yang diijinkan Allah, maka berdoapun juga merupakan
bagian dari takdir yang diberikan. Maka, bersyukurlah para hamba yang
senantiasa mengingat-Nya melalui lantunan doa dan pujian kepada-Nya. Bukankah
Allah menyukai hamba-Nya yang memohon kepada-Nya?
Gue sadar akan hal itu. Kegagalan2 gue, keberhasilan2 gue
tak lepas dari takdir. Gue pun memilih doa sebagai rangkaian takdir yang
menemani gue dalam menjalani takdir2 lain. Gue masih belajar sampai sekarang
demi meraih cita2 gue yang besar. Gue sadar tantangan gue semakin berat seiring dengan bertambahnya usia. Entah
bagaimana takdir membawa gue, yang pasti gue akan jalanin sebaik mungkin. Gue
sadar bahwa ujian setiap orang berbeda, jadi gue gamau membandingkan hidup gue
dengan yang lain. Gue hepi dengan takdir gue, semoga Allah ridha atas apa yang
gue lakukan. Semoga gue bisa bermanfaat bagi sesama sehingga gue hidup di dunia
ini ga sia-sia amat…
Thank you my destiny, big love dari pemilikmu.
Komentar
Posting Komentar