Sejak kecil gue suka baca buku cerita. Mungkin karena Ibu
sering bawain buku cerita, majalah anak-anak kalo ga salah judulnya “Ceria”
sama satunya lagi lupa, bahkan gue pun hampir tiap minggu beli majalah Bobo.
Dongeng, fabel, cerita anak jadi makanan sehari2 sehingga bisa dibilang gue
tumbuh bersama kisah-kisah itu. Ibu juga sering ndongengin kalo gue mau tidur,
pokoknya kala itu otak gue penuh dengan imajinasi yang masih kebawa sampe
sekarang. Imbasnya gue paling jago kalo menghayal..haha.
Diantara cerita-cerita itu, ada beberapa buku yang judulnya
gue lupa, menjadi bacaan favorit gue. Ada kisah si Sekarning dan Intan yang
bersama-sama mengalahkan si Penyihir (ini gue sukaa banget secara kan pake
sihir-sihiran yang jaman itu belum se-booming sekarang, tapi walo gitu
imajinasi gue bisa sampai pada apa yang ingin disampaikan penulis), lalu ada
Tini seorang anak yang hidupnya penuh dengan drama. Jadi si Tini ini awalnya
adalah anak orang kaya yang tetiba jadi yatim piatu dan kismin karena rumahnya
terkena letusan Gunung Karang Etang, yang menyebabkan kedua orang tuanya
meninggal. Tini terlunta2 dan harus menjalani hidup sebagai gembel sampai
akhirnya takdir mempertemukannya dengan Nenek dari pihak Ayahnya di Kotamobagu.
This story is jjang…Gue pas kala itu masih bocah SD baca beginian langsung
berkaca2 mata gue. Walhasil cerita ini gue angkat jadi drama di sekolah dan
nilainya lumayan tinggi. Saat itu kita sekelompok mau menentukan tema dan gue
langsung bilang pake cerita Tini aja ntar gue yang nulis naskahnya. Temen2
setuju dan saat baca naskah yang udah jadi mereka langsung bilang dramanya ini
aja bagus storynya. Sampe selesai drama yang kita peranin gue inget banget
dikasih tepuk tangan sekelas dan guru, padahal drama kelompok lain ga meriah
tepuk tangannya..Cuma kelompok gue aja. Betewe para pemeran drama Tini apa
kabar ya? Total pemeran 9 orang dan hanya 2 orang yang ga lost contact. Sudahlah
paling juga mereka gabaca post ini, lagian juga gue lupa siapa aja kecuali 2
orang itu.
Nah, ada satu bacaan favorit banget yang gue ulang2 bacanya
gak bosen sama sekali. Ini cerita juga pasti gue yakin kalian pada tahu. Legend
banget soalnya dan gue sukaaaa sama gaya penulisannya. Adalah Panji Laras dan
Ayam Jagonya. Jadi, cerita dimulai dari Raden Panji dan Sekartadji yang menikah
dan punya anak namanya Panji Laras. Karena suatu hal, Panji Laras dan ibunya
hidup jauh dari ayahnya. Ohya si Panji Laras ini ga tahu wajah ayahnya karena
ibunya terusir saat dia belum lahir. Takdir pun bermain dalam cerita ini. Panji
Laras bertemu dengan ayahnya pada suatu pertandingan sabung ayam. Intinya
adalah mereka bertiga bisa bertemu kembali. Aahhh..alur critanya bagusss
bangettt. Yakin deh ini cerita legendaris yang biasa diceritain emak-emak jaman
dulu. Sampe sukanya sama buku ceritanya, di cover buku gue tulisin nama gue
besar2. Menandakan bahwa itu buku punya gue yang gak akan gue pinjemin ke
temen2 gue
10 tahun kemudian..
Gue memasuki bangku kuliah. Awal OSPEK disuruh bawa
macem2lah salah satunya adalah buku cerita. Dengan bangga gue bawa tuh buku
favorit gue. Dipikirnya akan ada sesi cerita gitu kan dan taunya apa coba?
Bukunya dikumpulin dan DISUMBANGIN! Gue syoklahhhh…tidak mungkin ini terjadi.
Jadi gue harus melepas tu buku ke antah berantah? WHATTTTT. Gue gak rela dan
pengen nangis. Tau ga sih rasanya, itu buku menemani masa kecil gue dan gue
berencana untuk menurunkannya pada anak gue kelak. Takdir tidak memihak gue.
Kalo gue ga ngumpul pas OSPEK psti ada hukumannya, tau sendiri OSPEK jaman
baheula masih gitu kan yah walo gue pikir hukumannya ga main fisik. Ingin
rasanya gue memutar waktu, mending gue beli buku cerita yang biasa aja kalo tau
bakal disumbangin bukan buku favorit gue itu.
Gue sampai sekarang masih terbayang2 buku gue itu. Kalo
inget jadi lesu dan sedih sendiri. Sudah 20 tahun kemudian buku gue itu
berpindah tangan. Ini mungkin terdengar konyol sekali tapi gue mau menuliskan
kerinduan gue pada buku itu lewat postingan ini..
Buku Panji Laras..
Dulu kamu sering gue baca. Ingat kan? Gue yang serius
membacamu lantaran ceritamu merayap ke hati gue. Gue yang terpukau sama
ilustrasi yang ada padamu. Gue yang menuliskan nama gue di sampulmu, buat
penanda bahwa gue adalah pemilikmu. Kamu dimana sekarang? Apa kamu baik2 saja?
Bersama gue, kamu berada di rak yang aman, berjejer rapi dengan teman2 buku
yang lain. Bersama gue kamu selalu gue jaga agar gak kucel, dan kamu adalah
buku yang gak gue pinjemin ke temen2 gue. Setelah berpindah tangan..apa kamu
masih sama dengan kamu yang dulu bersama gue? Apa kamu terawat dengan baik?
Sudah berapa anak yang membacamu? Apa mereka sama antuasiasnya dengan gue saat
bocah dulu? Apa mereka suka padamu sebagaimana gue suka padamu? Apa mereka
memperlakukanmu dengan baik seperti gue yang selalu menjagamu? Buku Panji
Laras..buku cerita favorit gue..kamu dimana?
Gue berharap..semoga buku gue itu masih ada, gak jadi
bungkus tempe di pasar2 itu. Gak papa gak berada di tangan gue sekarang tapi
tolong Tuhan..semoga buku itu masih utuh dan berada di tangan yang tepat.
Semoga buku gue itu berguna bagi bocil2 yang membacanya, semoga takdir
membersamainya menjadi buku favorit anak2 lain seperti halnya gue yang selalu
memfavoritkannya.
Pembaca, apa kalian tahu perasaan ini? Mungkin gue geje
banget yah..tapi, sebagai manusia yang tumbuh bersama buku cerita, gue merasa
bahwa buku cerita membentuk otak gue ini. They helped me a lot..sebagian
karakter gue berkembang karena pesan moral di buku cerita. Maka saat buku itu
menghilang gue sedih sekali. Semoga..buku Panji Laras gue itu berada di tempat
semestinya, membantu anak-anak menjadi pribadi yang lebih baik seperti dia
membantu gue dulu.
PS: Siapa yang naroh bawang disini!!!
Komentar
Posting Komentar