Langsung ke konten utama

Obat Generik Berlogo, Obatnya Kita Semua




Pengantar

Sehat itu memang mahal, begitu kata masyarakat. Bagi masyarakat pemegang ASKES atau kartu kesehatan lain, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan. Tetapi bagaimana dengan masyarakat lain yang tidak terdaftar di dalamnya. Tentu mereka akan merasa keberatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, tak terkecuali masalah obat. Bila ingin sembuh, maka obat yang diperlukan pun haruslah berkualitas., begitu pandangan mereka.

Apa Itu Obat Generik Berlogo?

Salah satu golongan obat yang dikenal luas oleh masyarakat adalah Obat Generik Berlogo. Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program pemerintah pada tahun 1989 berdasarkan SK Menkes No 085/Menkes/Per/1989 yang bertujuan untuk memberikan alternatif obat untuk masyarakat, kualitas terjamin, harga terjangkau, dan ketersediaan obat yang cukup. Namun, tampaknya masyarakat menganggap bahwa Obat Generik Berlogo (OGB) adalah obat kelas dua yang kualitasnya perlu dipertanyakan. Hal ini memang diakui oleh Menkes terdahulu dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, bahwasanya rendahnya penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB)  dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generic berlogo sehingga opini yang berkembang mengatakan bahwa Obat Generik Berlogo (OGB)  adalah obat dengan kualitas yang tidak terjamin.


Banyak faktor yang berpengaruh terhadap citra Obat Generik Berlogo (OGB)  yang kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat diantaranya kurang efektifnya sosialisasi Obat Generik Berlogo (OGB)  yang dilakukan oleh pemerintah maupun praktisi kesehatan serta kurangnya kesadaran masyarakat sendiri untuk aktif mencari informasi tentang Obat Generik Berlogo (OGB). Ditambah lagi harganya yang relatif murah justru menjadikan persepsi keliru tentang Obat Generik Berlogo (OGB) . Mereka beranggapan bahwa Obat Generik Berlogo (OGB)  sejatinya adalah obat yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah dengan pendapatan rata-rata dengan kualitas obat kurang baik. Maka, masyarakat terlebih lagi masyarakat kelas atas pun enggan menggunakannya karena khawatir bahwa Obat Generik Berlogo (OGB)  kurang berkhasiat karena selama ini produk murah sering dikaitkan dengan kualitas yang rendah. Padahal Obat Generik Berlogo (OGB)  layaknya Obat Generik Bermerek (OGM), yang membedakannya hanya pada harga, penamaan dan kemasannya saja. Obat Generik Berlogo (OGB)  mudah teridentifikasi dengan adanya logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik” di bagian tengah lingkaran.

Dokumentasi pribadi


Logo tersebut menunjukkan bahwa obat itu sudah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan. Sedangkan garis-garis putih menunjukkan Obat Generik Berlogo (OGB)   diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Jadi, apabila masyarakat paham akan arti logo ini, seharusnya mereka tidak akan meragukan kualitas Obat Generik Berlogo (OGB). Namun kenyataannya berbicara lain.

Mengapa Obat Generik Bermerek (OGM) justru lebih popular di mata masyarakat daripada Obat Generik Berlogo?

Hal ini tak lepas dari salah persepsi yang ada pada sebagian masyarakat kita. Masyarakat kurang jeli dalam memahami pengertian Obat Generik Bermerek dan Obat Generik Berlogo. Sebelumnya, mari kita simak penggolongan obat di Indonesia berikut ini.

Jenis-jenis obat yang beredar di pasaran :

1   1. Obat Paten
Obat paten adalah obat yang diproses melalui sebuah riset dan dipatenkan oleh penemunya. Karena melewati tahapan riset inilah yang menyebabkan harga obat paten menjadi mahal. Dengan hak paten yang dimiliki maka penemunya akan mendapatkan penggantian biaya penelitian yang dikeluarkan tersebut dari perusahaan yang ingin memproduksinya. Untuk menutupi biaya yang dibayarkan kepada pemegang hak paten maka perusahaan akan menaikkan harga obat paten. Inilah alasan mengapa harga obat paten sangat mahal.
2 2. Obat Generik
Obat generik sebenarnya adalah obat paten yang masa patennya telah habis. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. JIka masa paten obat tersebut  telah habis, obat tersebut masih dapat diproduksi dan dipasarkan kembali dengan catatan akan berganti golongan menjadi obat generik. Obat generik memiliki harga yang lebih murah daripada obat paten karena tidak ada biaya penelitian yang dibebankan pada harga jual obat sedangkan pada obat paten masih terdapat biaya penelitian dan promosi. Jadi disini, obat generik adalah obat yang dibuat dengan menggunakan resep obat paten hanya saja tidak lagi dilinduni oleh hak paten sehingga komponen biayanya dapat ditekan. Obat generik ini dapat dibedakan menjadi :
a.       Obat Generik Bermerek (OGM)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa obat generic adalah obat paten yang masa patennya telah habis. Obat-obat ini disebut obat off-patent yang sebagian ada yang diedarkan dan dijual sebagai obat generik yang diberi nama merek dagang tertentu oleh perusahaan yang memproduksinya sehingga dinamakan Obat Generik Bermerek (OGM).
b.      Obat Generik Berlogo (OGB)
Obat Generik Berlogo sebenarnya adalah obat yang sama persis seperti Obat Generik Bermerek yang telah expired. Hanya berbeda pada segi kemasan dan harga saja. Tetapi sayangnya nama Obat Generik Berlogo (OGB) ini justru tenggelam diantara obat paten dan Obat Generik Bermerek (OGM), khususnya OGM yang sering dibanding-bandingkan dengan OGB. Mengapa hal itu dapat terjadi? Masyarakat tentu memiliki pertanyaan seperti berikut ini :

v  Apa buktinya bahwa Obat Generik Berlogo (OGB)  adalah obat yang sama dengan Obat Generik Bermerek (OGM)?

OGB memiliki zat aktif  atau komponen utama obat yang sama dengan OGM, begitu pula dosis zat aktifnya pun sama, sehingga khasiat yang dimiliki sama baiknya. Selain itu, OGB sama halnya dengan OGM sebenarnya diproses melalui serangkaian uji sebelum dipasarkan diantaranya :
Uji Klinik meliputi :
Fase I : menilai keamanan obat (farmakokinetik & farmakodinamik) yang diujikan pada orang sehat
Fase II : membuktikan efek pada penderita dengan pembanding berupa placebo.
Fase III : memastikan efek dengan pembanding obat yang berkhasiat.
Fase IV : (post marketing), efek yang muncul setelah digunakan banyak orang.

Selain itu Obat Generik Berlogo juga harus memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI) dan lulus uji bioavailabilitas serta uji bioekivalensi. Uji bioavailabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat kandungan zat aktif dalam obat tersebut diserap oleh darah menuju seluruh tubuh, sedangkan uji bioekivalensi dilakukan untuk membandingkan profil bioavailabilitas dengan bentuk obat yang tersedia yaitu tablet, kapsul, sirup, dan lainnya.

Sehingga baik Obat Generik Berlogo (OGB) ataupun Obat Generik Bermerek (OGM) adalah obat yang pembuatannya melalui prosedur di atas. Jadi, tak ada perbedaan kualitas obat diantara keduanya.

v  Lalu bila Obat Generik Berlogo (OGB)  dan Obat Generik Bermerek (OGM)   adalah obat generik dengan kualitas yang sama, mengapa harganya jauh berbeda?

Sebagai contoh obat antibiotik Azithromycin, OGBnya seharga Rp 13.000,00, sedangkan  Azitromax (Azithromycin yang diberi merek dagang) berharga Rp 67.000 ,00 per satuan terkecil. Memang perbedaan harga diantara keduanya sangat jauh. Hal ini dikarenakan harga Obat Generik Bermerek (OGM) telah ditetapkan berdasarkan kebijakan perusahaan yang memproduksinya sehingga harganya akan lebih mahal daripada obat generik tak bermerek alias Obat Generik Berlogo (OGB). Sementara harga OGB sendiri telah ditentukan oleh pemerintah melalui Kepmenkes No. HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang harga obat generik dan Kepmenkes No. 092/Menkes/SK/II/2012 tentang harga eceran tertinggi obat generik tahun 2012. Peraturan ini dibuat untuk mencapai tujuan diadakannya program Obat Generik Berlogo (OGB)  yang tidak lain untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat dengan harga yang terjangkau.


Peran Pemerintah Untuk Meningkatkan Penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) di Masyarakat

a.    Sosialisasi Obat Generik Berlogo (OGB)

Tentu saja jawaban atas pertanyaan di atas yang diberikan tidak cukup efektif untuk membuat masyarakat beralih menggunakan OBG karena asumsi yang telah melekat sebelumnya tidak mudah untuk diubah. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi Obat Generik Berlogo (OGB)  dengan cara sebagai berikut :

1    1. Obat Generik Berlogo (OGB)   memang tidak menggunakan promosi yang besar sehingga inilah salah satu faktor yang menjadikan harga Obat Generik Berlogo (OGB)   murah. Tetapi, sosialisasi melalui iklan di media cetak maupun elektronik tetap diperlukan mengingat masyarakat dewasa ini kerap bersinggungan dengan televisi ataupun koran. Pemerintah dapat menggandeng pihak swasta misalnya yayasan yang peduli akan kesehatan masyarakat atau perusahaan farmasi guna mengkampanyekan penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB)  . Dengan demikian, dapat meminimalisasi pengeluaran biaya yang dapat membebani harga Obat Generik Berlogo (OGB)  .

Selain prmosi dalam bentuk iklan, dapat juga berupa liputan khusus tentang Obat Generik Berlogo (OGB)   meliputi tahap-tahap produksi Obat Generik Berlogo (OGB)   berupa uji klinik, pembuatan sesuai CPOB, dan uji bioavailabilitas serta uji bioekivalensi sebelum dipasarkan. Hal ini untuk menujukkan fakta bahwa kualitas Obat Generik Berlogo (OGB)   bukanlah kualitas kelas kedua melainkan memang benar-benar obat yang berkualitas seperti Obat Generik Bermerek (OGM).

   2. Sosialisasi dapat pula dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit, sekolah-sekolah, instansi pekantoran, dan penyuluhan di tingkat kelurahan atau desa. Sosialisasi dapat berupa banner atau leaflet ataupun buku saku tentang Obat Generik Berlogo (OGB)   yang dapat diberikan kepada masyarakat. Bila terjun langsung ke tempat tinggal masyarakat ataupun instansi-instansi maka penyuluhan dapat berupa pemutaran film dokumenter tentang OGB, pengenalan dan identifikasi Obat Generik Berlogo (OGB)  dan penyelenggaraan game terkait Obat Generik Berlogo (OGB)   agar lebih menarik. Tentu perlu menggandeng pihak sponsor seperti halnya cara nomor 1 agar biaya yang dikeluarkan tidak membengkak.

3   3. Pemerintah melalui Depkes dapat mengadakan lomba karya tulis/artikel/opini yang diperuntukkan bagi para pelajar/mahasiswa. Lomba merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempromosikan penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB)  karena peserta akan lebih mengerti dan paham mengenai OGB. Tidak hanya berhenti sampai disini saja, sebaiknya karya peserta pemenang juga dipublikasikan ke media cetak ataupun elektronik sehingga sasaran dapat diperluas ke masyarakat umum tak hanya peserta yang mengikuti lomba saja.

b.    Langkah Strategis Terkait Obat Generik Berlogo (OGB)

Selain melakukan sosialisasi, pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang ketat dan kontinu terhadap persediaan Obat Generik Berlogo (OGB)  di apotek-apotek. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kekosongan atau persediaan Obat Generik Berlogo (OGB)   yang kurang di apotek. Bahkan sebaiknya persediaan Obat Generik Berlogo (OGB) di apotek mencapai 60-70%. Bila persediaan Obat Generik Berlogo (OGB) tidak memadai, maka artinya kebutuhan masyarakat tidak dapat terpenuhi maksimal sehingga niat pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik akan diragukan.

Pemerintah harus mengawasi pelaksanaan UU No.8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen mengenai hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur ; hak untuk jaminan keamanan dan keselamatan ; hak untuk ganti rugi ; hak untuk memilih ; hak untuk didengar ; hak untuk mendapatkan advokasi ; hak yang diatur oleh perundang-undangan. Maka, pemerintah harus melakukan pembinaan pada dokter dan apoteker untuk dapat memberikan informasi yang jujur, benar, dan jelas kepada masyarakat ketika meresepkan obat. Dokter atau apoteker dapat memberikan pilihan apakah pasien ingin mneggunakan Obat Generik Berlogo (OGB)  atau Obat Generik Bermerek (OGM)  setelah memberikan penjelasan yang benar mengenai keduanya.

Penutup

Maka, dengan penjelasan singkat di atas diharapkan dapat memberikan sedikit alternatif cara sosialisasi Obat Generik Berlogo (OGB)  untuk pemerintah. Selain itu, juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat untuk menggunakan Obat Generik Berlogo (OGB)  yang lebih hemat namun tak kalah kualitasnya. Apabila dirasa perlu, masyarakat dapat berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan informasi yang terperinci tentang Obat Generik Berlogo (OGB). Dengan demikian, masyarakat tak ragu lagi menggunakan Obat Generik Berlogo (OGB)  , karena Obat Generik Berlogo (OGB)  memang obatnya kita semua yang menjangkau seluruh lapisan mayarakat.

Sumber :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ternyata Aku Gak Punya Sidik Jari...

Kali ini aku mau bercerita lagi..Ini berkaitan dengan malangnya nasib yang kualami. Baiklah..aku akan bercerita... Pada suatu ketika...once upon a time...ada sebuah kisah.. kisah yang terlalu pilu untuk diceritakan... ini tentang seseorang yang kehilangan sidik jarinya.. itulah aku.. Nasip oh nasip.... Sebelumnya, knapa aku bikin post ini karena tiba2 aja aku liet tanganku ini. Ceritanya lagi makan pake tangan, eh tiba2 kenangan itu muncul..Jadi ada ide nih buat nge blog. Aku ini orangnya suka milih kalo makan. Aku cenderung gak suka makanan manis2, roti terutama. Ya tapi klo brownies sih mau...iya laaah...masa gak suka brownies,keterlaluan. Pokonya kalo cokelat aku mau, tapi kalo yg lain gak terlalu suka. Makanan idamanku semisal yang asin2 ato gurih2. So, aku ini senengnya kalo ngemil tu keripik2 buka yg roti2 gitu...Saking sukanya sama asin n gurih, makanan macem itu bisa langsung abis sekali aku adepin. Nah.....suatu ketika, aku masih kelas 1 SMP waktu itu. Ke

Pengalaman Lolos Tes CPNS Dosen Kemenag

Yakin..Terkadang Memang Sulit Mengerti Takdir Yang Allah Putuskan, Tapi Yakinlah Bersamanya Ada Kebaikan I am a typical person who tend to get what I want… SD-SMP-SMA-Kuliah S1 dan S2 boleh dibilang lancar jaya.Ya gak jaya mahe amat sih, tapi overall bisa dikatakan sesuai track. Selesai S2 adalah saat dimana gue sadar gue akan bekerja. Bekerja artinya untuk mempersiapkan finansial demi kehidupan yang dijalani dan pekerjaan yang gue cari selama ini adalah dosen. Ini adalah sepenggal pengalaman mencari pekerjaan sebagai dosen yang telah gue jalani.  pengalaman cari kerja Ini adalah first impression saat gue menjejakkan kaki di Kalimantan Selatan, saat akhirnya gue keterima jadi dosen non-PNS.  my first impression Sejak awal daftar di Kalsel niatnya adalah pengen punya pengalaman kerja biar keterima kerja di Jawa karena selama apply kerja di Jawa itu selalu kalah di pengalaman kerja atau kalah ama “orang dalam”. Padahal awal ikut daftar tes dosen non-PNS di kalsel i

Resensi Film : TANGLED

Film animasi tahun 2010 ini adalah film animasi yang paling kusuka. Walau udah 2 tahun yang lalu, aku masih sering re-run film ini. Diisi oleh suara milik Mandy Moore dan Zachary Levi membuat film ini semakin berkarakter. Tangled sendiri diartikan sebagai hair (rambut) karena ceritanya memang tentang Rapunzel si Rambut Pirang Ajaib. Rapunzel (Mandy Moore) adalah putri kerajaan yang diculik oleh Gothel si Penyihir (Donna Murphy). Gothel ingin memanfaatkan rambut ajaib Rapunzel agar tetap awet muda. Sementara Rapunzel kecil tidak mengetahui bahwa dia diculik sejak masih bayi. Waktu terus berganti sampai akhirnya Rapunzel akan berumur 18 tahun. Selama hampir 18 tahun, dia selalu melihat cahaya-cahaya yang bersinar dari kejauhan di malam ketika dia berulang tahun.  Mimpi Rapunzel adalah melihat cahaya-cahaya itu dari dekat, namun Gothel tidak pernah mengizinkan dengan alasan banyak orang jahat di luar yang akan memanfaatkan rambut ajaibnya. Sampai suatu saat Rapunzel bertemu